Monday, June 11, 2007

Qiraat 13

Bicara Qiraat.....
Qiraat secara bahasa : Qiraat adalah jamak dari qira’ah. yang berarti "bacaan", dan ia adalah masdar (verbal noun) dari qara’a.

Menurut istilah ilmiah : Qiraat adalah salah satu mazhab (aliran) pengucapan Al Qur’an yang dipilih oleh salah seorang imam qurra’ sebagai suatu mazhab yang berbeda dengan mazhab lainnya.

Qiraat ini ditetapkan berdasarkan sanad-sanadnya sampai kepada Rasulullah. Mereka (imam qiraat) mengajarkan Al Qur’an berdasarkan apa yang mereka dapat dari para sahabat. Di antara sahabat yang terkenal mengajarkan qiraat ialah Ubai, Ali, Zaid bin Tsabit, Ibn Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari dan lain-lain.

Melalui para sahabat inilah sejumlah besar tabi’in di setiap negeri mempelajari qiraat. Di antara tabi’in tersebut ada yang tinggal di Madinah, Mekkah, Kuffah, Basrah dan Syam.

Pada permulaan abad pertama Hijrah di masa tabi’in, tampilah sejumlah ulama yang membulatkan tenaga dan perhatiannya terhadap masalah qiraat secara sempurna karena keadaan menuntut demikian, dan menjadikannya sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana mereka lakukan terhadap ilmu-ilmu syari’at lainnya, sehingga mereka menjadi imam dan ahli qiraat yang diikuti dan dipercaya. Bahkan dari generasi ini dan sesudahnya terdapat tujuh orang terkenal sebagai imam yang kepada mereka dihubungkanlah (dinisbahkanlah) qiraat hingga sekarang ini. Para ahli qiraat tersebut di Madinah ialah: Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, kemudian Nafi’ bin Abdurrahman. Di Mekkah: Abdullah bin katsir dan Humaid bin Qais al-A’raj. Di Kuffah: ‘Asim bin Abun Najud, Sulaiman al-A’masy, kemudian Hamzah dan kemudian al-Kisa’i. Di Basrah: Abdullah bin Abu Ishaq, Isa Ibn ‘Amr, Abu ‘Amr ‘Ala’, ‘Asim al-Jahdari dan Ya’qub al-Hadrami, dan di Syam ialah Abdullah bin ‘Amir, Isma’il bin Abdullah bin Muhajir, kemudian Yahya bin Harits dan kemudian Syuraih bin Yazid al-Hadrami.

Ketujuh orang imam yang terkenal sebagai ahli qiraat di seluruh dunia di antara nama-nama tersebut ialah Abu ‘Amr, Nafi’, ‘Asim, Hamzah, al-Kisa’i, Ibn ‘Amir dan Ibn Katsir.

Menurut pendapat yang paling kuat, qiraat-qiraat itu bukanlah tujuh huruf, meskipun kesamaan bilangan di antara keduanya mengesankan demikian. Sebab qiraat-qiraat hanya merupakan mazhab bacaan Al Qur’an para imam, yang secara ijma’ masih tetap eksis dan digunakan umat Islam hingga kini. Sumber perbedaan qiraat tersebut ialah perbedaan langgam, cara pengucapan dan sifatnya, seperti tafkhim, tarqiq, imalah, idgham, izhar, isyba’, madd, qasr, tasydid, tahkfif, dan lain sebagainya. Namun semuanya itu hanya berkisar dalam satu huruf, yaitu huruf Quraisy.

Sedangkan maksud tujuh huruf ialah berbeda dengan qiraat, seperti yang telah kita jelaskan. Dan persoalannya sudah berakhir sampai pada pembacaan terakhir (al-’Urdah al-Akhirah), yaitu ketika wilayah ekspansi bertambah luas dan ikhtilaf tentang huruf-huruf itu menjadi kekhawatiran bagi timbulnya fitnah dan kerusakan, sehingga para sahabat pada masa Ustman terdorong untuk mempersatukan umat Islam pada satu huruf, yaitu huruf Quraisy, dan menulikan mushaf-mushaf dengan huruf tersebut.

0 comments: